Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan yang
dilakukan untuk menetapkan dan mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya
yang ada dalam organisasi. Pemeriksaan penyakit merupakan tahapan kegiatan dalam produksi telur
ulat sutera di PPUS Candiroto yang berfungsi untuk mendeteksi penyakit yang ada
pada sarana produksi telur, ulat, pupa terutama induk ngengat, sehingga dapat
mencegah penyebaran penyakit terutama penyakit yang menurun dari induk ngengat ke telur. Oleh sebab itu,
pemeriksaan penyakit berhubungan erat dengan kuantitas dan kualitas telur yang
dapat dihasilkan dalam setiap produksi telur ulat sutera, sehingga pelaksanaan
yang baik dan tepat untuk manajemen dalam pemeriksaan penyakit sangatlah
penting. Adapun pelaksanaan manajemen pemeriksaan penyakit di PPUS Candiroto
Jawa Tengah, yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
adalah sebagai berikut.
1. Perencanaan Pemeriksaan Penyakit
Perencanaan pemeriksaan penyakit di PPUS Candiroto
untuk produksi telur pada bulan
Februari sampai Maret dengan pemeliharaan ulat sutera sebanyak 7 bok telur yang
dibagi menjadi 2 kali pemeliharaan, dengan kebutuhan daun murbei 9,8 ton dengan
luas kebun 6 hektar menghasilkan 29.220 induk ngengat F1 untuk diperiksa. Pemeriksaan
dilakukan setiap setelah peneluran ngengat, setelah peneluran maka induk
ngengat akan diserahkan ke bagian laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan pada induk ngengat F1 hanya pemeriksaan
untuk penyakit pebrine, sedangkan khusus untuk foundation dan breeding diperiksa
secara keseluruhan, yaitu untuk penyakit yang disebabkan oleh cendawan atau
jamur, virus, bakteri dan protozoa (Pebrine).
Pebrine merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa
yang disebut Nosema bombycis (Setiawati, 2012). Menurut Andadari (2013), nosema
berkembangbiak dengan spora dan juga membelah diri. Sporoplasma berkembang biak
dengan membelah diri, dari haemolympha melalui ruang-ruang antara sel yang
tersebar diseluruh tubuh, tinggal di situ terutama bagian tubuh yang berlemak
dan jaringan-jaringan otot. Tiap-tiap belahan mengandung 1 inti dan kemudian
membentuk spora. Dalam dua minggu setelah terjadi infeksi pebrine, bagian tubuh
dari ulat telah penuh dengan spora yang telah masak. Penyakit ini sangat berbahaya terutama dalam kegiatan
produksi telur ulat sutera, karena penyakit ini dapat diturunkan dari induk
ngengat ke telurnya, yaitu patogen
Nosema bombycis yang hidup di dalam
ovari ngengat betina dan penyakit ini akan pindah ke dalam telur untuk
menyerang ulat pada generasi berikutnya (Atmosoedarjo, dkk., 2000). Selain itu, juga dapat ditularkan melalui mulut akibat
memakan daun murbei yang terdapat patogen tersebut, ruangan dan alat-alat
pemeliharaan ataupun ulat yang terkena infeksi dipelihara bersama-sama dengan
ulat yang sehat (Setiawati,
2012).
Oleh sebab itu, pemeriksaan
penyakit perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini..
Pemeriksaan penyakit yang dilakukan adalah untuk induk
ngengat F1. Saat pemeriksaan penakit tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 2
orang tenaga kerja wanita dan 2 orang tenaga kerja pria, serta sarana untuk
pemeriksaan, yang meliputi 1 bangunan laboratorium untuk ruang pemeriksaan
penyakit, 1 unit Moth crusher untuk alat penggerus ngengat dengan 20 ngengat dalam
sekali penggerusan, 13 buah mortar desk untuk menampung ngengat yang akan digerus dengan
setiap mortar desk berisi 20 ngengat,
30 buah liquid
plate untuk
menyimpan kaca objek, 120 buah kaca objek untuk menampung preparat dari ngengat yang sudah
digerus dengan masing-masing liquid plate
berisi 4 buah kaca objek, 29.220 buah deglass
untuk menutupi preparat agar tidak bercampur dengan preparat yang lain dan
memudahkan saat pemeriksaan, 1 buah gunting untuk menggunting plastik yang
berisi ngengat, 2 buah pinset untuk menjepit ngengat dan 1 unit mikroskop untuk
memeriksa penyakit pada induk ngengat, juga dibutuhkan lap pel, lap, waskom,
kemoceng, sapu dan hand sprayer untuk
desinfeksi ruangan.
Bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan penyakit,
yaitu KOH berfungsi untuk
melarutkan jaringan pada ngengat, sehingga mempermudah melihat penyakit saat
pemeriksaan, formalin 42 % untuk desinfeksi ruangan, alkohol, sabun dan kapas
untuk sterilisasi alat. Selain itu, hal-hal yang dibutuhkan untuk menjaga
kesehatan dan keselamatan pekerjaa saat pemeriksaan penyakit, yaitu sarung
tangan karet, masker, sandal dan pakaian laboratorium.
2. Pengorganisasian Pemeriksaan
Penyakit
Pengorganisasian untuk pemeriksaan penyakit sendiri
terdiri dari 4 orang, diantaranya pemeriksa penyakit yang bertugas memeriksa penyakit
pada induk ngengat, menulis pada kartu pebrine apabila induk ngengat terkena
penyakit dan menyerahkan kartu pebrine ke bagian treatment, penggerus induk ngengat bertugas menggerus ngengat pada
alat Moth crusher dan memberi deglass
pada kaca objek yang berisi preparat, pensterilisasi alat dan desinfeksi
ruangan bertugas untuk mensterilkan alat sebelum dan setelah pemeriksaan juga
melakukan desinfeksi ruangan setiap setelah pemeriksaan, serta penerima induk
ngengat dari bagian peneluran yang bertugas untuk menerima induk ngengat dari
bagian peneluran, juga melakukan persiapan sebelum penggerusan induk ngengat
yang meliputi pemberian KOH 4% pada mortar
desk, memasukkan ngengat ke dalam mortar
desk dan penyerahan mortar desk
yang berisi ngengat ke bagian penggerus dan melakukan penyerahan kartu pebrine
yang berisi data induk ngengat yang terkena pebrine ke bagian treatment. Namun, pengoganisasian untuk
pemeriksaan penyakit tidak sesuai dengan pengorganisasian yang disebutkan
diatas, karena tenaga kerja yang ada tidak hanya khusus bekerja saat
pemeriksaan penyakit, namun semua kegiatan yang ada di PPUS Candiroto dilakukan
bersama, sehingga pembagian kerja untuk setiap tenaga kerja kurang diterapkan
dengan baik.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan
Penyakit
Pelaksanaan saat pemeriksaan penyakit, yaitu melakukan
pemeriksaan semua sarana produksi telur ulat sutera yang sudah didesinfeksi
sebelum dipergunakan agar sarana tersebut terbebas dari penyakit. Apabila
setelah pemeriksaan, sarana tersebut positif terkena penyakit maka perlu
dilakukan desinfeksi kembali menggunakan
kaporit 5% dan fumigasi menggunakan formalin 5%. Melakukan pemeriksaan penyakit pada induk ngengat, adapun tahapan
sebelum dilakukan pemeriksaan, diantaranya mensterikan
alat-alat sebelum dipakai seperti ; Moth crusher, mortar desk,
liquid plate, kaca objek, gunting, pinset dan mikroskop.
Menerima
induk ngengat dari bagian
peneluran yang sudah dilengkapi
dengan data, seperti jenis ulat,
tanggal peneluran dan jumlah induk ngengat. Selanjutnya induk ngengat dimasukkan
ke dalam lubang mortar desk, yang
sebelumnya sudah diisi larutan KOH 4 %.
Induk ngengat yang sudah dimasukkan ke dalam mortar desk, kemudian digerus menggunakan moth crusher untuk mendapatkan preparat dan liquid plate yang sudah dilengkapi kaca objek dimasukkan ke moth crusher untuk menampung preparat.
Preparat tersebut diberi deglas agar
tidak menyatu antar preparat yang satu dengan yang lain, serta memudahkan dalam
pemeriksaan, setelah itu diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 600
kali. Tanda kontaminasi pebrine adalah bentuknya bulat memanjang seperti
butiran beras dan berwarna hijau pada bagian tengahnya, apabila pada satu deglas terdapat 3 kontaminasi pebrine
maka induk ngengat dinyatakan terkena pebrine dan diberi tanda (+) pada kartu
pebrin dan (-) untuk yang terbebas dari pebrine. Hal tersebut berlaku untuk mortar desk yang berisi 20 induk ngengat
atau per lubang berisi satu ngengat, sedangkan untuk mortar desk berisi 80 induk ngengat apabila terdapat 5 deglas yang
terkena pebrine, maka telur dari 80 induk ngengat yang ada pada kertas
peneluran harus dimusnakan semua. Selanjutnya kartu pebrine diberikan ke bagian
treatment, agar telur yang terkena
pebrin dapat diambil dan dimusnahkan.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan data induk
ngengat yang terkena pebrine, yaitu sebanyak 326 induk maka dilakukan
perhitungan jumlah induk terkena pebrine (326) dibagi jumlah induk yang
diperiksa (29.220) dikalikan 100 %, sehingga didapatkan hasil persentase induk
ngengat yang terkena pebrine 1,11 % dari 29.220 induk yang diperiksa atau sama
dengan 28.894 induk yang terbebas dari pebrine. Maka dengan begitu dari 28.894
induk tersebut dapat menghasilkan 361 boks telur dengan masing-masing boks
telur berisi 25.000 butir telur yang berasal 80 induk ngengat, dengan harga per
boks telur Rp 110.000.
Setiap setelah pemeriksaan penyakit, maka ruangan dan
alat-alat yang digunakan segera didesinfeksi. Ruang pemeriksaan disapu, dipel
dan selanjutnya disemprot menggunakan larutan formalin 6% atau 1 liter formalin
dengan 6 liter air. Sedangkan untuk alat-alat seperti mortar desk dan moth crusher dibersihkan menggunakan air dan dilap
menggunakan kapas yang sudah diberi alkohol 70% sama halnya untuk liquid plate dan mikroskop. Khusus untuk
kaca objek direndam didalam formalin, dicuci menggunakan sabun, dibilas air,
dikeringkan dan dilap menggunakan kapas yang sudah diberi alkohol 70%.
4. Pengawasan Pemeriksaan
Penyakit
Pengawasan dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan atau
kesalahan, sehingga dapat diantisipasi dan dikoreksi, seperti yang terjadi
ketika pemeriksaan penyakit pada induk ngengat yang seharusnya dilakukan di
laboratorium yang steril, namun pemeriksaan yang dilakukan adalah di ruang
pemeliharaan ulat besar yang tidak steril, sehingga ketika pemeriksaan penyakit
banyak induk yang terkena pebrine, karena alat dan ruangan yang tidak steril
sehingga mengakibatkan kontaminasi pada objek yang diperiksa. Apabila hal
tersebut terus terulang maka induk ngengat yang seharusnya terbebas dari
pebrine menjadi terkena pebrine,
sehingga mengurangi kuantitas telur yang dihasilkan saat produksi dan
mengurangi keuntungan yang dihasilkan. Oleh sebab itu, pengawasan sangatlah
penting terutama ketika pemeriksaan penyakit. Pengawasan ketika pemeriksaan dan
setelah pemeriksaan penyakit dilakukan oleh Badan Persuteraan Alam (BPA) dari
Sulawesi setiap 2 bulan sekali, namun hal tersebut sekarang sudah tidak
dilakukan lagi. Selain itu, perlu dilakukan juga pengawasan ketika dan setelah
pemeliharaan ulat sutera, diantaranya dengan pemeriksaan pendahuluan pada sarana
yang akan digunakan dalam produksi telur, melakukan monitoring kesehatan ulat,
serta melakukan seleksi kokon, pupa dan ngengat agar penyakit tidak menyebar
dan telur yang dihasilkan berkualitas.
Sumber:
Andadari, L., S.
Pudjiono, Suwandi, dan T. Rahmawati. 2013. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan.
http://www.forda-mof.org//files/Budidaya_Murbei_dan_Ulat_Sutera.pdf. [11 Agustus
2015].
Atmosoedarjo, H. S., J. Katsubrata, M.
Kaomini., W. Saleh, dan W.
Moerdoko. 2000. Sutera Alam
Indonesia. Jakarta: Sarana Wana Jaya.
Setiawati,
Linda. 2012. Praktik Kerja Lapang Di
Pusat Pembibitan Ulat Sutera Candiroto Temanggung. Laporan Praktik.
Universitas Negeri Semarang.
No comments:
Post a Comment