Monday, January 13, 2014

Proses Pemeliharaan Ulat Sutera

      Sebelum menjadi kokon, ulat sutera melalui beberapa proses pemeliharaan ulat sutera yang meliputi :

1. Inkubasi Telur Ulat Sutera
  Inkubasi yaitu penyimpanan telur untuk penetasan di dalam ruangan yang temperataur, kelembaban, dan cahayanya dapat diatur agar telur ulat sutera dapat menetas dengan baik dan merata. Kebutuhan temperatur selama inkubasi adalah 25oC dan kelembaban 75%-80%, dengan pengaturan cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya (Ahdiat. 2010).

2. Hakitate
      Hakitate adalah pekerjaan pengurusan ulat pertama kali sejak menetas dari telur meliputi persiapan dalam ruangan dan pemberian makanan. Hakitate dilakukan sekitar pukul 8-9 pagi. Setengah jam sebelum diberi makan ulat ditaburi 5% kaporit, dsb.  dengan dosis 1 gr/0,1 m2, tujuan untuk mencegah serangan penyakit yang disebabkan jamur Aspergillus yaitu muskardin. Kemudian taburkan daun murbei yang sudah dirajang berukuran 0,5 – 1,0 cm (Atmosoedarjo, dkk. 2000:125).

3. Pemeliharaan Ulat Kecil
       Pada fase ulat kecil dibagi menjadi tiga instar, yaitu instar 1 – 3.Suhu dan kelembaban untuk pemeliharaan ulat kecil Instar I : suhu antara 27oC – 28oC dengan kelembaban 90%, Instar II : suhu sekitar 26oC – 27oC dengan kelembaban 85% dan Instar III : suhu 25oC dengan kelembaban 80%. Akan tetapi, pada waktu berganti kulit kelembaban di tempat pemeliharaan perlu diturunkan sampai 70% untuk mengeringkan tempat pemeliharaan (J.O.C.V. 1975 dalam Atmosoedarjo, dkk. 2000:121)
        Pakan  yang diberikan untuk ulat kecil adalah daun murbei yang masih lunak (daun murbei yang masih muda) yaitu berumur pangkas sekitar satu bulan. Untuk ulat instar I diberi daun murbei yang berasal dari bagian tangkai atas, sedangkan ulat instar II dan III diberi daun dari tangkai bawah. Sebelum diberikan pada ulat daun dipotong-potong kecil dengan ukuran 0,5 – 5,0 cm (Guntoro. 1994:31).

4. Pemeliharaan Ulat Besar
       Pemeliharaan ulat besar dilaksanakan pada instar IV dan instar V. Kedua instar ini secara fisiologi sangat berbeda satu sama lainnya. Instar IV lebih dekat pada ulat sutera kecil, maka pemeliharaan dititik beratkan pada menjaga lingkungan yang bebas penyakit, suhu dan kelembaban yang sesuai, pemberian pakan. Pada instar V merupakan fase terpenting pemeliharaan ulat sutera, karena pada fase ini pertumbuhan kelenjar sutera berjalan cepat. Keperluan daun murbei untuk pakan hampir 90% dihabiskan pada instar V, sehingga daun murbei harus dimanfaatkan seefisien mungkin (Nanang Ahdiat, 2010). Menurut Suprio Guntoro (1994:34) suhu udara ruangan yang optimal untuk pemeliharaan ulat besar berkisar 24oC – 26oC dengan kelembaban 70% - 75%. Disamping itu, sirkulasi udara harus berjalan dengan baik.

5. Pengokonan
        Menurut Nanang Ahdiat (2010) pengokonan terjadi pada ulat sutera diakhir instar ke-V, yaitu proses membungkus diri dengan serat yang dikeluarkan dari mulutnya, sebelum berubah bentuk menjadi pupa. Menurut Suprio Guntoro (1994:36) pembentukan kokon berlangsung berkisar empat hari. Agar proses pengokonan tersebut berjalan baik, ulat perlu disediakan tempat khusus untuk memproduksi kokon. Tempat pengokonan untuk ulat sutera seperti tempat pengokonan berputar dan tempat pengokonan berombak, sedangkan alat pengokonan untuk ulat sutera diataranya rotary, seriframe, mukade (daun kelapa kering) dan bambu.  Material dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, juga terhadap tenaga kerja untuk mengokonkan dan panen kokon. Suhu dan kelembaban untuk pengokonan ulat sutera pada suhu 23oC – 25oC dengan kelembaban 60% – 75% (Atmosoedarjo, dkk. 2000).

6. Panen
       Waktu panen kokon yang baik dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara pada masa ulat sutera mulai mengokon. Bila suhu lingkungan berada diantara 24oC – 27oC, maka pada hari ke-6 dan ke-7 setelah mengokon merupakan waktu yang baik untuk panen. Akan tetapi harus dipastikan terlebih dulu bahwa pupa yang akan dipanen telah terbentuk, badannya sudah menjadi coklat dan kulitnya telah cukup keras. Bila kokon dipanen pada saat kulit pupa masih lunak, maka kulitnya dapat pecah dan cairan yang keluar dapat menimbulkan kokon kotor di dalam (Atmosoedardjo, dkk. 2000).

7. Pasca Panen
        Kokon yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari, oven uap panas ataupun udara panas. Pengeringan kokon ini dilakukan apabila kokon tidak segera dipintal, sehingga dilakukan penyimpanan. Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa yang ada didalam kokon agar tidak menjadi ngengat yang keluar dengan cara merusak kulit kokon, sehingga mengakibatkan kokon tidak dapat dipintal. Selain itu, untuk mengurangi kadar air pada kokon, sehingga masa penyimpanan kokon lebih lama. Kokon yang telah kering selanjutnya di flossing. Flossing adalah proses menghilangkan cocoon floss (serabut serat) dari permukaan kulit kokon. Flossing dilakukan dengan menggunakan floss remover atau dapat juga menggunakan kayu yang pinggirannya sudah diiris-iris. Selanjutnya dilakukan pengeringan kokon, dengan tujuan untk mematikan pupa. Pengeringan untuk kokon C.301 dilakukan dengan menggunakan oven, sedangkan untuk kokon BS.09 dengan menggunakan sinar matahari.  


Sumber :

Soekiman Atmosoedarjo, Junus Kartasubrata, Mien Kaomeni, Wardono Saleh dan Wibowo Moerdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta : Yayasan  Sarana Wana Jaya.

Ahdiat, Nanang. 2010. Bombyx mori Ulat Penghasil Sutera. Bandung : Sinergi Pustaka Indonesia.

Guntoro, Supri.1994. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta : Kanisius.



   


No comments: