Sebelum menjadi kokon, ulat sutera melalui beberapa proses pemeliharaan ulat sutera yang meliputi :
1. Inkubasi Telur Ulat Sutera
Inkubasi yaitu penyimpanan telur untuk penetasan di dalam
ruangan yang temperataur, kelembaban, dan cahayanya dapat diatur agar telur
ulat sutera dapat menetas dengan baik dan merata. Kebutuhan temperatur selama
inkubasi adalah 25oC dan kelembaban 75%-80%, dengan pengaturan
cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya (Ahdiat. 2010).
2. Hakitate
Hakitate adalah pekerjaan pengurusan ulat pertama kali sejak menetas dari telur meliputi
persiapan dalam ruangan dan pemberian makanan. Hakitate dilakukan sekitar pukul
8-9 pagi. Setengah jam sebelum diberi makan ulat ditaburi 5% kaporit, dsb. dengan dosis 1 gr/0,1 m2, tujuan untuk
mencegah serangan penyakit yang disebabkan jamur Aspergillus yaitu muskardin.
Kemudian taburkan daun murbei yang sudah dirajang berukuran 0,5 – 1,0 cm (Atmosoedarjo, dkk. 2000:125).
3. Pemeliharaan Ulat Kecil
Pada fase ulat kecil dibagi
menjadi tiga instar,
yaitu instar 1 – 3.Suhu dan kelembaban untuk pemeliharaan ulat kecil Instar I : suhu
antara 27oC – 28oC dengan kelembaban 90%, Instar II : suhu
sekitar 26oC – 27oC dengan kelembaban 85% dan Instar III : suhu
25oC dengan kelembaban 80%. Akan tetapi, pada waktu berganti kulit kelembaban
di tempat pemeliharaan perlu diturunkan sampai 70% untuk mengeringkan tempat
pemeliharaan (J.O.C.V. 1975 dalam Atmosoedarjo,
dkk. 2000:121).
Pakan yang diberikan untuk ulat
kecil adalah daun murbei yang masih lunak (daun
murbei yang masih muda) yaitu
berumur pangkas sekitar satu bulan. Untuk ulat instar I diberi daun murbei yang
berasal dari bagian tangkai atas, sedangkan ulat instar II dan III diberi daun
dari tangkai bawah. Sebelum diberikan pada ulat daun dipotong-potong kecil
dengan ukuran 0,5 – 5,0 cm (Guntoro. 1994:31).
4. Pemeliharaan Ulat Besar
Pemeliharaan ulat besar dilaksanakan pada instar IV dan instar
V. Kedua instar ini secara fisiologi sangat berbeda satu sama lainnya. Instar
IV lebih dekat pada ulat sutera kecil, maka pemeliharaan dititik beratkan pada
menjaga lingkungan yang bebas penyakit, suhu dan kelembaban yang sesuai,
pemberian pakan. Pada instar V merupakan fase terpenting pemeliharaan ulat
sutera, karena pada fase ini pertumbuhan kelenjar sutera berjalan cepat.
Keperluan daun murbei untuk pakan hampir 90% dihabiskan pada instar V, sehingga
daun murbei harus dimanfaatkan seefisien mungkin (Nanang Ahdiat, 2010). Menurut Suprio Guntoro (1994:34) suhu udara
ruangan yang optimal untuk pemeliharaan ulat besar berkisar 24oC
– 26oC dengan kelembaban 70% - 75%. Disamping itu,
sirkulasi udara harus berjalan dengan baik.
5. Pengokonan
Menurut Nanang Ahdiat (2010) pengokonan terjadi pada ulat sutera diakhir instar ke-V,
yaitu proses membungkus diri dengan serat yang dikeluarkan dari mulutnya,
sebelum berubah bentuk menjadi pupa. Menurut
Suprio Guntoro (1994:36) pembentukan kokon berlangsung berkisar empat hari.
Agar proses pengokonan tersebut berjalan baik, ulat perlu disediakan tempat
khusus untuk memproduksi kokon. Tempat pengokonan untuk ulat sutera seperti
tempat pengokonan berputar dan tempat pengokonan berombak, sedangkan alat
pengokonan untuk ulat sutera diataranya rotary, seriframe, mukade (daun kelapa
kering) dan bambu. Material dan struktur
tempat pengokonan sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, juga
terhadap tenaga kerja untuk mengokonkan dan panen kokon. Suhu dan kelembaban
untuk pengokonan ulat sutera pada suhu 23oC – 25oC dengan
kelembaban 60% – 75% (Atmosoedarjo, dkk. 2000).
6. Panen
Waktu panen kokon yang baik dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban
udara pada masa ulat sutera mulai mengokon. Bila suhu lingkungan berada
diantara 24oC – 27oC, maka pada hari ke-6 dan ke-7
setelah mengokon merupakan waktu yang baik untuk panen. Akan tetapi harus
dipastikan terlebih dulu bahwa pupa yang akan dipanen telah terbentuk, badannya
sudah menjadi coklat dan kulitnya telah cukup keras. Bila kokon dipanen pada
saat kulit pupa masih lunak, maka kulitnya dapat pecah dan cairan yang keluar
dapat menimbulkan kokon kotor di dalam (Atmosoedardjo, dkk. 2000).
7. Pasca Panen
Kokon yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan menggunakan
sinar matahari, oven uap panas ataupun udara panas. Pengeringan kokon ini
dilakukan apabila kokon tidak segera dipintal, sehingga dilakukan penyimpanan.
Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa yang ada didalam kokon agar
tidak menjadi ngengat yang keluar dengan cara merusak kulit kokon, sehingga
mengakibatkan kokon tidak dapat dipintal. Selain itu, untuk mengurangi kadar
air pada kokon, sehingga masa penyimpanan kokon lebih lama. Kokon yang telah
kering selanjutnya di flossing. Flossing adalah proses menghilangkan cocoon
floss (serabut serat) dari permukaan kulit kokon. Flossing dilakukan
dengan menggunakan floss remover atau dapat juga menggunakan kayu yang
pinggirannya sudah diiris-iris. Selanjutnya dilakukan pengeringan kokon, dengan
tujuan untk mematikan pupa. Pengeringan untuk kokon C.301 dilakukan dengan
menggunakan oven, sedangkan untuk kokon BS.09 dengan menggunakan sinar matahari.
Sumber :
Soekiman
Atmosoedarjo, Junus Kartasubrata, Mien Kaomeni, Wardono Saleh dan Wibowo
Moerdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia.
Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya.
Ahdiat, Nanang. 2010. Bombyx mori Ulat Penghasil Sutera. Bandung
: Sinergi Pustaka Indonesia.
Guntoro, Supri.1994. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta : Kanisius.
No comments:
Post a Comment