Monday, December 10, 2018

TANAMAN MURBEI (Morus sp.)


Murbei sendiri merupakan tanaman yang dimanfaatkan daunnya sebagai pakan ulat sutera, salah satunya adalah ulat sutera jenis Bombyx mori L yang hanya memakan satu jenis daun yaitu murbei. Murbei memiliki marga Morus berasal dari family Moraceae. Adapun sistematika tanaman murbei, yaitu sebagai berikut :

Divisio                         : Spermatophyta
Subdivisio                   : Angiospermae
Kelas                           : Dicotyledoneae
Ordo                            : Urticalis
Famili                          : Moraceae
Genus                          Morus
Spesies                        : Morus sp.

Berdasarkan morfologi bunga, marga Morus dibagi menjadi 24 jenis. Jenis-jenis murbei yang terdapat dan tersebar di Indonesia sendiri antara lain Morus albaMorus multicaulisMorus australisMorus alba var. macrohphyllaMorus alba var. Cathayana,  Morus alba var. KanvaMorus AustralisMorus khunpai  dan Morus bombycis. Jenis- jenis murbei diklasifikasikan, antara lain, dari bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas, daun dll. Bentuk- bentuk yang khas dari dauh adalah : daun berlekuk dan daun utuh. Daun-daun belekuk selanjutnya diklasifikasikan dalam berbagai kategori, tergantung pada jumlah lekukan. Akan tetapi daun yang memiliki banyak lekukaan, dari sudut kegunaanya, berkualitas rendah. Berikut klasifikasi jenis-jenis murbei :
Morus Nigra : Warna batangnya hijau kecoklat-coklatan. Daunnya lonjong dan lancip ujungnya, berwarna hijau tua, permukaannya halus dan adakalanya bercelah/berlekuk dalam, dan Buahnya berwarna merah jambu, ketika masih muda, dan hitam , apabila sudah tua.
Morus Multicaulis : Warna batang coklat, atau coklat kehijau-hijauan. Daunnya sangat besar, membulat dan permukaannya bergelombang, sedang pinggiran daun bergerigi. Buahnya berwarna merah, yang keluar pada waktu stek baru ditanam.
Morus Austalis : sifat sama dengan morus nigra, hanya batangnya berwarna coklat kekuning- kuningan.
Morus Alba : Bentuk daun sama dengan morus alba. Buku dan ruas, batangnya yang pendek-pendek dan pertumbuhannya yang tidak keatas, melainkan kesamping.
Morus alba var. macrophilla : Daunnya mempunyai lekukan yang dalam dan permukaannya sangat kasar, seperti ampelas. Batangnya berwarna putih dan memiliki ruas panjang.
Morus bombycis : Permukaan daun sangat halus

Tanaman murbei ini akan tumbuh dengan baik apabila ditanam pada ketinggian 300 meter diatas permukaan laut/dpl, dengan kondisi tanah yang gembur dan subur. Pembibitan untuk tanaman murbei, yaitu dari bibit yang  berupa stek atau hasil persemaian yang berasal dari pohon induk dengan umur lebih dari satu tahun. Selain itu, cabang yang digunakan untuk bibit harus segar serta bebas dari hama dan penyakit. Namun, sebagian besar bibit yang digunakan untuk pembibitan tanaman murbei berupa stek batang.

Tanaman Murbei

Sumber :
Atmosoedarjo, H. S., J. Katsubrata, M. Kaomini., W. Saleh, dan W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta : Sarana Wana Jaya.
Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat SuteraYogyakarta : Kanisius.



ULAT SUTERA


Apa itu ulat sutera?
Ulat sutera sebenarnya merupakan salah satu  fase dari siklus hidup serangga atau Hexapoda yang melalui metamorphosis sempurna. Metamorfosis ini dimulai dari telur, berubah menjadi larva, kemudian menjadi kepompong (kokon), membentuk pupa dan akhirnya menjadi imago (bentuk dewasa), yakni berupa kupu-kupu. Kupu-kupu ulat sutera ini termasuk ke dalam family Bombycidae, yakni termasuk ke dalam keluarga ngengat. Ngengat sendiri merupakan hewan nocturnal atau hewan yang pergerakannya aktif dimalam hari.

Salah satu species ulat sutera yang paling terkenal dan dibudidayakan di Indonesia adalah Bombyx mori L. Ulat sutera ini hanya memakan satu jenis tanaman yaitu daun murbei atau morus sp. Pada tahap larva untuk ulat sutera dibagi menjadi fase ulat kecil dan fase ulat besar. Fase ulat kecil dibagi menjadi tiga instar. Instar merupakan periode ulat akan mengalami masa tidur dan mengalami pergantian kulit. Instar I : ulat berumur 1 – 4 hariInstar II : ulat berumur 5 – 7 hari dan Instar III : ulat berumur 8 – 12 hari. Fase ulat besar dibagi menjadi dua instar, yaitu instar IV dan instar IV dengan umur sekitar 13 hari. setelah instar V berakhir ulat akan mengokon. Kokon inilah yang nantinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan benang sutera. Adapun sistematika ulat Bombyx mori L. adalah sebagai berikut :

Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthopoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Family             : Bombycidae
Genus              : Bombyx
Spesies            : Bombyx mori L.

Ulat Bombyx mori L.

Selain ulat sutera yang dibudidayakan ada juga ulat sutera liar yang dikembangakan Indonesia, yaitu Cricula trifestrata helf dan Attacus atlas linn. Ulat Cricula menghasilkan kokon berwarna emas. Ulat ini biasanya hidup di pohon Alpukat, mangga, kayu manis, mete, kenari dan rambutan. Sedangkan ulat Attacus dikenal dengan ulat kekat dan ngengatnya disebut dengan kupu gajah karena ukurannya yang besar. Ulat sutera ini biasa hidup di pohon sirsak, jambu biji, mahoni, keben dan alpukat. Kepompong atau kokon dari kedua ulat sutera liar ini biasa digunakan sebagai kerajinan tangan dan bahan baku pembuatan benang sutera.


Ulat Cricula trifestrata helf

Ulat Attacus atlas linn



Sumber :
https://www.pinterest.com/pin/351914158362389069/
http://www.learnaboutbutterflies.com/Caterpillar%20-%20Attacus%20atlas.htm 
Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta: Kanisius.
Atmosoedarjo, H. S., J. Katsubrata, M. Kaomini., W. Saleh, dan W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Sarana Wana Jaya.

x

Sunday, December 9, 2018

SEJARAH PERSUTERAAN

Sutera indentik dengan bahan lembut dan mewah. Sutera ini sendiri berasal dari serat yang dihasilkan oleh ulat sutera. Namun, dari manakah sebenarnya sutera ini berasal. Sutera berasal dari negara China, negara ini sendiri merupakan negara yang sangat subur dan cocok untuk tempat berkembangbiak ulat sutera. Pada dinasti Han (2500 SM) negara China sudah mulai menciptakan alat-alat pengolahan kokon, da memulai usaha pemintalan benang dan pertenunan kain sutera. Kain sutera ini diberi nama serica yang berarti "sutera".

Pada masa itu, istri Kaisar Han yang bernama Maharani Hai Ling mulai mengenal dan menggunakan pakaian berbahan sutera, kemudian diikuti oleh para bangsawan dan pengusaha kaya. Pakaian dari sutera ini mulai berkembang menjadi salah satu pakaian kebudayaan China, dan mulai diperdagangankan ke negara-negara lain dengan sistem barter atau tukar-menukar, seperti ke Afrika yang ditukar dengan gading dan kekayaan alam lainnya. Selain itu, diperdagangkan juga ke India, Persia dan Yunani.

Jaringan perdagangan sutera ini mulai memasuki negara-negara Eropa lewat jalur karavan, atau dikenal sebagai "Silk Road" (Jalur Sutera). Silk Road dimulai pada dinasti Han tahun 202 SM - 220 SM. Silk Road sendiri merupakan jalur perdagangan sutera yang paling tekenal diperadaban China. Chan Chen adalah orang pertama mempunyai gagasan tentang jalur perdagangan sutera atau silk road

Dengan adanya gagasan jalur sutera ini, maka perdagangan di China semakin meningkat dan semakin meningkat pula pedagang yang mengunjungi negara China, maka pengenalan kebudayaan dan agama pun dimulai. Sehingga pada dinasti Han agama Budha mulai masuk ke negara China. Namun, pada masa dinasti Tang 706 SM, perdagangan sutera mulai menurun dan berkembang lagi pada masa dinasti Sung di abad ke-11 dan ke-12.

Pada 300 sesudah masehi negara-negara lain, seperti Korea, India dan Jepang mulai mengetahui rahasia pengolahan sutera dan mulai mengembangkan sutera dinegaranya sendiri, dengan cara menyelundupkan telur ulat sutera dari China. India dan Jepang sendiri menggunakan wanita untuk menyelundupkan telur ulat sutera. Selain telur, mereka juga membawa sarana dan pengetahuan tentang sutera. Dan pada abad ke-2 Jepang mulai mendatangkan kupu-kupu (ngengat) penghasil sutera dari China. Pada zaman Meiji tahun 1889 usaha sutera meningkat pesat, bahkan menjadi salah satu pokok perekonomian Jepang. Selain Jepang, pada abad ke-6 orang Eropa juga berhasil menyelundupkan telur ulat sutera dan Kaisar Yustiani mulai memperkenalkan sutera dinegerinya sendiri. 

Dengan pengetahuan tentang sutera yang didapatkan oleh negara-negara lain, sejak saat itu China tidak lagi memonopoli persuteraan alam. Namun, hanya sampai tahun 1854 persuteraan alam di Eropa berkembang dengan lancar. Hal ini disebabkan oleh wabah penyakit yang menghancurkan pemeliharaan ulat sutera dan mengakibatkan merosotnya industri sutera, maka akhirnya negara-negara Eropa hanya bisa bergerak berdasarkan import bibit dari Asia.

Salah satu negara Asia, yaitu Indonesia mulai mengenal sutera sejak abad ke-10, dan mulai masuk sejak kerajaan-kerajaan Nusantara mengadakan hubungan dagang dengan China dan India, terutama bahan pakaian bagi para kerabat kerajaan. Selain itu, berdasarkan laporan di masa dinasti Sung, benang sutera telah ditemukan di Nusantara pada abad ke-11 dan diperkuat oleh adanya catatan sejarah Sung, bahwa pada saat itu Nusantara telah mengimpor bahan-bahan pewarna dari China. Adapun menurut sumber Jepang , yang ditulis oleh Sira-Kawa de Sendai (Osyou) yang diterjemahkan oleh Leon Rosny (1868), menyebutkan adanya terminologi persuteraan alam dalam tiga bahasa Nusantara, yaitu Melayu, Jawa dan Bugis.

Sabek : Sutera
Woena Sabek : Benang Sutera
Lipak Sabek : Sarung Sutera
Ulle Sabbe : Ulat Sutera
Kapompong : Kokon
Pappanre Ulek : Murbei
dll.

Menurut laporan resmi Pemerintahan Hindia Belanda, kegiatan budidaya persuteraan alam di Nusantara pertama kali dilakukan oleh Zwaardecroon (1718-1725) dan dilanjutkan oleh De Haan (1725-1729). Namun proyek persutera alam Zwaardecroon dan De Haan dihentikan oleh pemerintahan kolonial, karena dianggap tidak menguntungkan. Dan pada tahun 1833 usaha-usaha persuteraan di era kolonial mulai dilanjutkan oleh Gubernur L.M. Rollin Conquerque. Di tahun 1884 pemerintah kolonial Belanda mulai melibatkan masyarakat dalam kegiatan budidaya sutera alam. Di tahun 1885 di Nusantara, yaitu tepatnya di Gunung Gede, Jawa Barat ditemukan tiga jenis murbei lokal : Morus australis, Morus Javanica dan Morus Indica. Dan ditemukan juga Morus sinensis dan Morus latifolia di Rembang, Jawa Tengah.

Di tahun 1903 seorang tuan tanah Cina bernama Lei Kim Liong berhasil menaman murbei dan memelihara ulat sutera, serta memproduksinya menjadi benang sutera dengan harga jual tinggi. Karena keberhasilan yang diperoleh Lei Kim Liong, maka di tahun 1918 pemerintahan kolonial Belanda menggalakkan kembali proyek persuteraan alam. Kemudian di tahun 1922 Takada yang berasal dari Jepang berhasil mengembangkan sutera alam di kebun percobaan di Curup. Ditahun yang sama Ohtani berhasil pula mengembangkan sutera alam di daerah Garut. Dan di tahun 1932 Miyaji mencoba mengembangkan sutera alam di Menado, Sulawesi. Namun, sangat disayangkan semua percobaan ini hanya berjalan beberapa tahun saja.

Pengembangan sutera alam di Indonesia, dengan lebih sungguh-sungguh dimulai tahun 1950, berdasarkan pemikiran DR. Soedjarwo, mantan menteri kehutanan yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Yogyakarta, dalam rangka mencari solusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, yaitu dengan memanfaatkan lahan kehutanan, yang kemudian dikenal dengan "Multiple Use Forest Land". 

Di tahun 1963 Mayor Jendral Sambas Atmadinata, Menteri Veteran dan Urusan Demobilisasi telah mengusahan suatu proyek reeling  dan pertenunan sutera alam, yang berlokasi di Ciawi, Bogor. Proyek ini kemudian diteruskan oleh Letnan Jendral Sarbini, dengan mendatangkan DR. F Katsumata seorang berbangsa Jepang. Di tahun yang sama didirikan Balai Sutera Alam di Lembang, Bandung oleh Dept. Veteran dan Demobilisasi, dengan dukungan dari Balai Penelitian dan Pengembangan Tekstil dan penempatan DR. Fujio Katsumata sebagai tenaga expert serikulturnya dan Wibowo Moerdoko sebagai expert serat sutera alam. Di tahun yang sama pula direalisasikanlah pendirian pabrik pemintalan di Ciawi, Bogor. Disusul di tahun 1966 didirikan juga pabrik pemintalan di Yogyakarta. 

Di tahun 1970 pemerintahan membangun Proyek Pembinaan Persuteraan  Alam, di Sulawesi Selatan. Selain itu, pemerintah juga melakukan pembinaan kepada para petani sutera di daerah tersebut. Sampai saat ini kegiatan persuteraan alam di Indonesia masih berjalan, seperti di Temanggung, Jawa Tengah yang menjadi Pusat Pembibitan Telur Ulat Sutera, disusul di Pati, Jawa Tengan yang menjadi sentral pemeliharaan ulat sutera dan pemintalan benang sutera terbesar di Indonesia, kemudian di Sarongge, Cianjur yang menjadi sentral pariwisata dan pertenunan sutera, di Bandung, Bali yang mendai sentral pariwisata sutera alam, dan dikota-kota lainnya seperti Garut, Yogyakarta dan Sulawesi.


Sember : Soekiman A., JKartasubrata, MKaomeni, WSaleh dan WMoerdoko2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta Yayasan  Sarana Wana Jaya.