Wednesday, March 26, 2014

Pemupukan dan Kondisi Tanah

Definisi Pupuk dan Pemupukan
Menurut Marsono dan Paulus Sigit (2001) bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal ada istilah gizi maka dalam pupuk dikenal dengan nama zat atau unsur hara. Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan sehingga tanaman mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun anorganik. Sedangkan pemupukan adalah menambahkan material dalam hal ini unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Definisi Tanah
Tanah adalah bagian permukaan bumi yang terdiri dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat penting peranannya bagi semua kehidupan di bumi, karena tanah mampu mendukung kehidupan tumbuhan di mana tumbuhan menyediakan makanan dan oksigen kemudian menyerap karbon dioksida dan nitrogen. Bagi pertanian tanah merupakan asas yang sangat penting dalam menjalankan penanaman berbagai tanaman, seperti tanaman pangan, tanaman industri dan sebagainya. Menurut Kemas Ali Hanafiah (2005:4), tanah pada masa kini sebagai media tumbuh tanaman didefinisikan sebagai :
Lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh-berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl dan lain-lain); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasiaktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman”, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanaman untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan”.
 


Pemupukan dan Kondisi Tanah
Pemupukan mempunyai maksud mencapai kondisi dimana tanah memungkinkan tanaman untuk tumbuh dengan optimal. Pertumbuhan tanaman tidak saja tergantung dari ketersediaan berbagai unsur hara dalam jumlah yang cukup, tetapi juga dari persyaratan lain seperti struktur tanah dan kondisi derajat keasaman tanah atau pH tanah. Pemupukan ikut mempengaruhi keadaan itu. Keadaan tanah yang baik akan memudahkan tanaman menyerap unsur hara yang ada didalam tanah melalui pertumbuhan akarnya yang lebih kuat, dibanding jika pertumbuhannya kurang baik. Dalam hal ini maka pemupukan dengan sendirinya akan memberikan hasil yang lebih baik.

Pemupukan dan Struktur Tanah
Menurut Kemas Ali Hanafiah (2005:69), struktur tanah merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (hubungan partikel-partikel primer yang disebut ped (gumpalan) yang membentuk agregat). De Boodt (1978) menyatakan bahwa struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air, gerakan udara, suhu tanah dan hambatan mekanik perkecambahan biji, serta penetrasi akar tanaman. Oleh sebab itu, tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga akan memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsopsi hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. Hal ini terbukti dari percobaan pemupukan untuk tanaman jagung, bahwa produksi jagung pada tanah tanpa pupuk tetapi beragregat baik ternyata 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan produksi pada tanah beragregat buruk yang diberi pupuk. Pada tanah yang digunakan untuk bercocok tanam, penaburan pupuk fosfat pada musim semi dapat mengakibatkan struktur tanah menjadi rusak karena fosfat di dalam tanah kurang bergerak, sehingga pemupukan menjadi kurang efektif.
Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat tanah tersebut, selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Pada saat hujan turun, kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini, porositas tanah, distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat (Suprayogo et al., 2001).
Firmansyah (2003) menyatakan bahwa penggunaan gambut terhumifikasi rendah dengan BD 0,10 Mg m-3 memilki pengaruh lebih besar daripada gambut terhumifikasi tinggi dengan BD 0,29 Mg m-3 dalam menurunkan kompaktibilitas tanah. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa bahan organik lebih efektif untuk tanah dengan kompaktilitas tinggi, ketahanan penetrsai maksimum tanah liat menurun dari 0,64 menjadi 0,30 Mpa, dan pada tanah berpasir meningkat dari 0,64 menjadi 1,08 Mpa.
Pemberian bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah berupa peningkatan total ruang pori, perbaikan aerasi tanah, pori air tersedia, permeabilitas tanah dan menurunnya ketahanan penetrasi. Pemberian dosis 20 Mg/ha dapat meningkatkan aerasi diatas 12%, sedangkan pada takaran 10 Mg/ha dapat memperbaiki ketahanan penetrasi (Firmansyah, 2003).

Pemupukan dan Derajat Keasaman Tanaman
Keasaman atau pH (Potential of hidrogen) adalah nilai pada skala 0-14 yang mengambarkan jumlah relatif ion H+ terdapat ion OH- didalam larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-6, artinya larutan tanah  mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH- sebaliknya jika jumlah ion H+ dalam lautan tanah lebih kecil daripada ion OH- larutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman (Hendra, 2008).
Keasaman atau kebasaan tanah bersumber dari sejumlah senyawa. Air adalah sumber kecil ion H karena disosiasi molekul H2O lemah. Sumber – sumber besar adalah asam – asam organik dan anorganik. Proses yang menghasilkan ion H+ adalah respirasi akar dan jasad penghuni tanah, perombakan bahan organik, pelarutan CO2 udara dalam lengas tanah, hidrolisis Al, nitrifikasi, oksidasi N2, oksidasi S, dan pelarutan, serta penguraian pupuk kimia. Sedangkan sumber – sumber kebasaan adalah garam–garam basa, amonifikasi, dan hasil batuan basa, ultrabasa.
Reaksi tanah mempengaruhi dekomposisi bahan organik melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan hara-hara yang dibutuhkan mikrobia. Umumnya mikrobia berkembang dan aktif pada pH netral – alkalis (6,5 – 8,5) (Parr, 1978 dalam Kemas Ali, 2005:178), sedangkan proses mineralisasi dan nitrifikasi optimum pada pH sekitar 7,0 (Brady, 1984 dalam Kemas Ali, 2005:178). Menurut Kussow (1971), mikrobia ammonifikasi tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, sedangkan mikrobia nitrifikasi aktif pada pH 5-8. Pada pH dibawah 5, ammonium lebih banyak terakumulasi dalam tanah, sedangkan pada pH 7 ke atas terjadi reduksi menjadi gas ammoniak.
Menurut Kemas Ali Hanafiah (2005:178:179), pada pH tanah 5,5 – 7,5 bakteri berkembang lebih baik, sedangkan pada pH diatas 7 aktinomisetes yang lebih berkembang. Fungi kurang sensitif terhadap pH, dapat berkembang baik pada pH 3,5 – 5,5 dan diatas 7,5.
Menurut Kemas Ali Hanafiah (2005:159), untuk penanaman pada tanah yang pHnya tidak sesuai perlu dilakukan perbaikan pH untuk mencapai pH ideal. Pada tanah alkalin, penurunan pH dapat dilakukan dengan penambatan sulfur atau bahan bersulfur, agar sulfur yang dilapas membentuk asam sulfur pemasaman tanah, sedangkan pada tanah peningkatan pH dan sekaligus peningkatan kejenuhan basa dapat dilakukan dengan pengapuran. Kapur karbonat atau kalsit (CaCO3) (dipasar dukenal dengan ”Kaptan”), jika terhidrolisis akan menghasilkan iom hidroksil penaik pH dan kation Ca peningkat kejenuhan basa.
Secara umum pengapuran tanah itu sendiri betujuan untuk meningkatkan pH tanah dan kejenuhan basa, agar ketersediaan hara bagi tanaman meningkat dan potensi toksik dari unsur mikro (seperti Al) menjadi tertekan. sehingga, dengan membaiknya sifat kimiawi tanah, maka aktivitas mikrobia dalam penyediaan hara dan zat perangsang tumbuh juga membaik, sehingga secara akumulatif akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimum (Kemas Ali, 2005:159:160).

Pemupukan dan Potensi Pengikat Tanah terhadap Unsur Hara Tanaman
Pemberian bahan organik, seperti pupuk kandang dan pupuk hijau pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan P dan unsur lainnya. Hal tersebut terjadi karena saat dekomposisi bahan organik terjadi proses mineralisasi dari bahan organik yang mudah terurai, sehingga akan menyumbangkan sejumlah ion-ion hara tersedia. Selama proses dekomposisi, sejumlah hara tersedia akan diakumulasikan ke dalam sel-sel mikrobia, yang apabila mikrobia ini mati mudah dimineralisasikan kembali, sehingga menghindarkan ion-ion hara ini dari pelindian oleh aliran massa. Selain itu, senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai melalui proses humifikasi akan menghasilkan humus tanah yang terutama berperan secara koloidal. Koloidal organik ini melalui muatan listriknya dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloidal anorganik, sehingga menyebabkan ketersediaan basa-basa meningkat, dan melalui kemampuannya mencengkam koloid/mineral oksida bermuatan positif dan kation-kation terutama Al dan Fe yang reaktif, menyebabkan fiksasi P tanah menjadi ternetralisir. Serta adanya asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik yang mampu melarutkan P dan unsur lainnya dari pengikatnya, menghasilkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan P dan hara lainnya (Stevenson, 1982 dalam Kemas Ali, 2005:180:181).
Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan kemudian terhadap tanaman tergantung pada laju proses dekomposisinya. Namun, laju dekomposisi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, perbandinga C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban, tekstur, struktur, suplai oksigen dan reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P, K dan S (Parr, 1978 dalam Kemas Ali, 2005:176).
Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 8 – 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya (Suryani, 2007).
Pada tanah berKB (kejenuhan basa) tinggi dan didominasi oleh koloid bermuatan permanen, pengapuran secara kimiawi akan meningkatkan pH dan kadar cadd, sedangkan secara biologis akan meningkatkan fiksasi N-bebas baik secara simbiotik maupun nonsimbiotik dan aktivitas mikroiologis lainnya. Namun, apabila pengapuran dilakukan secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif berupa penurunan ketersediaan Zn dan Mn, serta meningkatkan kelarutan Mo hingga ke tingkat toksik. Sedangkan pada tanah berKB rendah dan didominasi koloid bermuatan tak permanen, pengaruh positif pengapuran berupa peningkatan ketersediaan P, Cadd (kalsium dapat dipertukarkan), Mgdd (magnesium dapat dipertukarkan) dan aktivitas mikrobiologis, serta menonaktifkan Al dan Mn sehingga potensi toksisitasnya ternetralisasi. Namun apabila berlebihan, pengapuran dapat berdampak pada penurunan ketersediaan Zn, Mn, Cu dan B yang dapat menyebabkan tanaman menjadi defisiensi keempat unsur ini, serta dapat mengalami keracunan Mo (Kemas Ali, 2005:160:161).
Menurut Kemas Ali Hanafiah (2005:150), makin tinggi nilai KTA berarti makin tinggi daya fiksasi tanah terhadap anion, sehingga pemberian pupuk pelepasan anion seperti TSP (H2PO4-), amonium nitrat (NO3-) dan amonium sulfat (SO42-), makin tidak efisien karena makin tidak tersedia bagi tanaman. Akibat lainnya, dengan makin tingginya nilai KTA daya tolak terhadap kation-kation juga makin tinggi, pemupukan pupuk pelepas kation seperti KCL (K+), kalsit (Ca2+) dan dolomit (Ca2+ dan Mg2+) juga makin tidak efisien karena mudah tercuci/hilang dari tanah. Pemupukan fosfat (TSP) pada tanah berliat oksida menyebabkan sebagian besar hara-pupuk menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap. Jumlah yang dijerap sering tidak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat lebih kuat daripada ion-ion monovalen, sehingga akan lebih sulit dipertukarkan. Besar kecilnya Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran serta pemupukan (Tan, 1991).

Menurut Sudirman et al. (1986) bahwa hilangnya lapisan atas tanah dapat menyebabkan rendahnya kadar bahan organik, meningkatnya pemadatan tanah, menurunnya stabilitas agregat tanah, meningkatnya kejenuhan alumunium serta menurunnya KTK tanah.


DAFTAR PUSTAKA

Edowart Sitorus, 2011. Pupuk dan Cara Pemupukan. . [Online]. Tersedia: http://edowartblogspotscom.blogspot.com/2011/09/pupuk-dan-cara-pemupukan.html[11 April 2013].

Mirsadiq, 2012. Tanah. [Online]. Tersedia: http://mirsadiq.wordpress.com/2012/09/12/tanah-soil/. [11 April 2013].

Hanafiah Kemas Ali, 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Syamsulhuda, 2011. Degradasi Tanah. [Online]. Tersedia: http://syamsulhuda-fst09.web.unair.ac.id/artikel_detail-40790-kuliah-DEGRADASI%20TANAH%20%20.html. [11 April 2013].

No comments: